full cover Pemimpin dan PerubahanSecara keseluruhan, buku ini membahas peran pemimpin dalam perubahan pada organisasi bisnis di Indonesia, dengan sudut pandang psikologi dalam konteks masyarakat Indonesia. “Kepemimpinan perubahan” dibahas secara menarik dengan menampilkan seni mengelola perubahan dan contoh praktis pemimpin perusahaan bisnis di Indonesia yang telah sukses dalam mengelola perubahan. Mengelola perubahan sangat terkait dengan dimensi budaya yang ada di Indonesia. Budaya akan mempengaruhi pikiran, perasaan, dan bahkan tingkah laku seorang pemimpin. Salah satu faktor keberhasilan para pemimpin perubahan ini adalah cara mengelola perubahan yang sesuai dengan budaya yang ada dalam konteks masyarakat Indonesia itu sendiri.  

Dalam buku ini penulis mengembangkan model pengelolaan perubahan dalam organisasi bisnis Indonesia yang dikembangkan penelitian. Berdasarkan model tersebut, perubahan dimulai dengan kesadaran diri dan semangat untuk belajar. Setiap pemimpin perubahan harus memastikan bahwa ia mampu belajar sehingga memiliki keunggulan teknis Mereka harus menguasai hard skill dari bidangnya masing-masing. Dengan keunggulan ini, para pemimpin perubahan tentunya akan lebih mudah untuk memperoleh legitimasi dari bawahannya karena dipandang berkompeten.

Keunggulan teknis yang harus dimiliki oleh pemimpin perubahan terkait dengan kecenderungan orang Indonesia yang sangat mengharapkan pemimpin berkompeten yang dapat menjadi panutan dan mampu mengarahkan bawahannya. Hal ini juga terkait dengan dimensi budaya Indonesia menurut Hoftstede, yaitu memiliki power distance yang tinggi. Orang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi, dalam hal ini pemimpin, cenderung dipandang sebagai orang yang lebih berkompeten. Logika sederhana, masyarakat Indonesia menganggap orang yang memimpin mereka seharusnya dapat melakukan apa yang mereka kerjakan. Pemimpin perubahan perlu belajar menguasai apa yang ingin diubah sehingga dapat mengajak bawahannya untuk mengikuti perubahan. Apabila pemimpin tidak berkompeten, bawahannya cenderung akan resisten terhadap perubahan yang ada.

Setelah menguasai apa yang ingin diubah, para pemimpin perubahan perlu mengomunikasikan perubahan tersebut dengan sosialisasi yang efektif. Disini diperlukan kemampuan dalam mengomunikasikan perubahan karena setiap orang memiliki budaya tertentu yang sangat mungkin cara komunikasinya berbeda. Berdasarkan dimensi budaya yang dikemukakan oleh Hall & Hall, orang Indonesia termasuk high context culture dengan gaya komunikasi yang sarat dengan pesan implisit. Hal ini membuat kecenderungan orang Indonesia dalam menyampaikan pesan lebih condong dengan penyampaian lisan dan bahkan tatap muka. Dengan tata muka, seseorang akan lebih mudah mengerti dan memahami maksud pesan yang disampaikan dan lebih mudah menyamakan persepsi. Komunikasi yang baik dapat membentuk kekompakan kelompok mendorong motivasi kerja karyawan, membangun komitmen, dan bahkan meminimalkan resistensi perubahan.

Dalam mengelola perubahan, pasti banyak tantangan atau hambatan yang bersumber dari beragam sebab. Namun sebagian besar pemimpin perubahan dalam buku ini mengarahkan strategi dan fokus solusi pada unsur manusia. Strategi yang berorientasi pada aspek manusia ini dimulai dengan mencari informasi untuk lebih mengenali pihak yang resisten terhadap perubahan. Pemimpin perlu meluangkan waktu untuk membina hubungan antar pribadi yang baik dan mengenali budaya kerja kelompok karyawan yang resisten.

Fokus solusi relationship oriented sangat sesuai dengan dimensi budaya Indonesia. Hubungan yang baik antara pemimpin dengan bawahan akan membawa rasa nyaman yang kemudian akan memudahkan pemimpin dalam memberikan pengertian dan pemahaman mengenai perubahan yang akan dilakukan. Kenyamanan dan kepercayaan yang terbangun akan dapat mengubah pemikiran kelompok dari yang tadinya resisten menjadi pro terhadap perubahan yang ada.

Selain keterkaitannya dengan kuliah, saya merasa pembahasan dalam buku ini sangat menarik karena banyak hal yang terkait dengan kehidupan saya sehari-hari. Fakta yang saya alami, mengelola sebuah perubahan adalah hal yang sulit dilakukan. Pada saat saya bergabung dalam sebuah organisasi kemahasiswaan yaitu UKM Bola Voli, banyak perubahan yang ingin dilakukan oleh pemimpin organisasi. Hal ini mungkin pada awalnya baik jika pemimpin perubahan tersebut dapat mengelola perubahan yang ada dengan baik. Pada kenyataannya, dalam mengelola perubahan banyak sekali faktor-faktor yang menghambat, antara lain ketidakmampuan pemimpin organisasi dalam mengomunikasikan perubahan yang ingin dilakukan, tidak adanya komitmen dan konsistensi pemimpin perubahan, sehingga muncul kelompok-kelompok yang resisten terhadap perubahan. Beberapa pemimpin perubahan organisasi UKM Bola Voli mendapat banyak kritikan dari alumni yang pada dasarnya kurang begitu paham dengan keadaan UKM Bola Voli sekarang seperti apa. Sayangnya, pemimpin perubahan ini kurang mampu mempertahankan apa yang ingin diubah sehingga perubahan itu tidak terjadi. Dengan membaca buku ini, saya jadi memahami apa masalah-masalah yang membuat pemimpin organisasi yang ingin melakukan perubahan menjadi gagal karena hambatan dalam mengelola perubahan yang ada.

Pembahasan ini juga membuka pikiran saya bahwa dalam mengelola perubahan banyak hal-hal yang harus lebih diperhatikan selain teknis perubahan. Mungkin dulu saya sempat berpikir bahwa perubahan yang baik dengan tujuan yang jelas seharusnya mendapat dukungan dari semua pihak yang terlibat. Pada faktanya, banyak sekali orang-orang yang justru menjadi hambatan terbesar. Mungkin setiap orang memiliki pemikiran dan perspektif sendiri yang mungkin berbeda dan membuat mereka resisten terhadap perubahan. Saya menjadi sadar bahwa kemampuan teknis pemimpin perubahan tidak cukup untuk mengelola perubahan. Dalam hal ini, budaya anggota setempat harus diperhatikan, misalnya. kecenderungan seseorang yang memiliki budaya tertentu dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku, serta pandangan atau harapan seseorang dengan budaya tertentu terhadap pemimpinnya. Kemampuan mengelola perbedaan  budaya yang dimiliki setiap orang juga menjadi hal yang sangat penting. Dalam konteks Indonesia, kemampuan komunikasi, membina hubungan yang baik, menjadi role model atau panutan yang mampu mengarahkan bawahannya menjadi hal yang harus diperhatikan.

By: Vivi Wijaya (2009.070.092)

About Poster

Global Indonesian Network – who has written posts on Global Indonesian Network.


Tagged with:
 

Comments are closed.